Batanghari – Dalam kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) IAI- Nusantara Batanghari, Bupati Batanghari, Muhammad Fadhil Arief diminta sebagai salah satu pemateri.
Kegiatan yang digelar secara virtual tersebut, Fadhil menyampaikan materi terkait peran mahasiswa dalam menunjang kualitas SDM menuju Batanghari Tangguh, Sabtu (28/08/2021).
Usai memberikan metari, salah satu mahasiswi memberikan pertanyaan terkait, bagaimana sikap pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan rusakanya jalan lintas (aspal,red) akibat dari mobilisasi angkutan batubara.
Dikatakan Fadhil, dalam pemerintahan ada praktisi kewenangan, dan batas kewenangan Pemkab Batanghari hanya sebatas jalan kabupaten. Namum saat ini pemda akan terus mencari solusi terkait masalah ini.
“Dari hulu tambang sampai Simpang Koto Boyo merupakan jalan kabupaten. Mulai keluar dari Simpang Koto Boyo sampai ke Simpang Tiga Tembesi hingga ke Jambi, itu merupakan jalan nasional. Tapi kita tidak bisa menjadikan itu alasan untuk tidak memikirkan masalah ini,” ungkapnya.
“Karena bupati sebagai perpanjangan tangan pemerintah provinsi dan pusat di pemda. Kita perlu mengomunikasikan ke kementerian terkait, terhadap apa yang dibangun di Kabupaten Batanghari. Pertama akan disampaikan, sudah kita usulkan, maka doakan agar bisa dikabulkan,” sambungnya.
Orang nomor satu di Batanghari tersebut juga mengatakan, banyaknya mobilisasi dari angkutan batubara di ruas Jalan Muara Tembesi-Muara Bulian dikarenakan tidak ada jalan alternatif. Namun mulai dari Muara Bulian-Jambi, angkutan batubara mempunyai dua jalur alternatif yakni, melalui jalur Pemayung dan Bajubang.
“Maka kita akan meminta agar ruas jalan Muara Tembesi-Muara Bulian ditambah lebarnya hingga 12 meter. Sehingga arus lalin tidak terganggu,” kata dia.
Dikatakannya, apakah pemerintah boleh mengentikan aktivitas pengendara angkutan batubara? Tentu tidak boleh, karena sopir batubara juga rakyat. Mereka ingin hidup, mereka juga ingin berusaha.
“Solusi yang kita cari, bagaimana lalin ini direkayasa, sehingga hak dan kewajiban masyarakat saling terjaga,” sambungnya.
Fadhil juga mengaku sudah berdiskusi dengan pemprov Jambi terkait permasalahan mobiliasi angkutan batubara ini, dan pihaknya akan menyurati Pemprov agar merevisi pergub terkait aturan aktivitas angkutan batubara.
“Karena lebih berbahaya jika angkutan hanya boleh melakukan aktivitas mulai dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi, Karena akan terjadi penumpukan sebanyak 6800 angkutan dalam 12 jam tersebut,” ungkapnya.
Jika memang nanti, angkutan batubara diperbolehkan melintas dalam kurun waktu 24 jam, maka ke depan pemerintah akan berupaya membuat terminal bayangan di beberapa titik, sehingga angkutan dapat diatur pada jam-jam tertentu.
“Mungkin kita akan buat shelter-shelter atau terminal bayangan, sehingga pada saat aktivitas jam sekolah atau jam kerja masyarakata batanghari, angkutan batubara diminta untuk berhenti di terminal bayangan tersebut,” pungkasnya. (Adv)